Obama, Amrozi, dan ‘Kado’ Negara

Oleh Herman RN

sby-obamaBeberapa bulan lalu, media disibukkan dengan pemberitaan Barack Husein Obama yang terpilih sebagai presiden ke-44 Amerika Serikat. Pasalnya, kesuksesan Obama menduduki Gedung Putih adalah sejarah baru bagi Amerika Serikat dan sekaligus dunia mungkin.

Di Indonesia, kemenangan Obama juga diambil peran oleh media, baik lokal maupun nasional. Bahkan, pemberitaan tentang Obama dikatakan telah membuat oplah media, terutama cetak, terdongkrak.

Belum habis gempita eporia tentang Obama, pemberitaan di Tanah Air menyeusul dengan hangatnya eksekusi tersangka bom bali, Amrozi dkk. Berita-berita tentang Obama perlahan seolah bersaing mencari ruang koran untuk hadir di halaman utama atau headline halaman dalam. Bedanya, jika pemberitaan tentang Obama banyak muncul ungkapan kagum oleh kesuksesan pemuda Kenya itu menuju Gedung Putih, pada berita tentang eksekusi Amrozi cs kagum dan perlawanan saling berhimpitan. Bahkan, di beberapa milis dan webblog, terjadi “perang” dunia maya—antara setuju dan tidak trio bom Bali tersebut dihukum mati. Dari sejumlah webblog dan milis, amatan saya, komentar yang banyak muncul adalah “keberpihakan” kepada Amrozi cs. Ada yang berpihak atas nama kagum karena diberitakan media bahwa Amrozi cs enggan ditutup mata saat ditembak, ada pula keberpihakan itu ditunjukkan dengan sinisme kepada kebijakan pemerintah melakukan eksekusi tersebut. Pasalnya, diberitakan sejumlah media bahwa eksekusi Amrozi, Mukhlas, dan Imam Samudra adalah “kado” Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk Obama, sang presiden terpilih Amerika Serikat.

Hal ini seperti diungkapakan oleh Tim Pembelaan Muslim (TPM) Ahmad Kholid, bahwa eksekusi terhadap Amrozi cs sengaja dilakukan karena Presiden SBY hendak berkunjung ke Amerika Serikat sehingga “penembakan” terhadap trio bom Bali adalah “upeti” SBY untuk Presiden AS yang ke-44 tersebut. Jika asumsi ini benar, sungguh ia merupakan gejala yang mesti ditakjubi. Pasalnya, bukan hanya perkara “kado” untuk Obama, tetapi sekaligus “kado” untuk memperingati Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 Novemver. Maka pemilihan tanggal 9 November eksekusi tersebut diasumsikan sengaja dipilih agar duka cita dapat disekaliguskan dengan peringatan Hari Pahlawan. Secara tidak langsung, pemerintah juga setuju Amrozi cs adalah pahlawan. Hanya saja, trio ini pahlawan yang mati di tangan tuan sendiri.

Menariknya, terhadap tiga pahlawan ini, Pangdam Udayana di Denpasar meminta agar tidak ada dendam. Tentu saja pesan ini diperuntukkan bagi orang-orang yang membela Amrozi cs. Secara tersirat Udayana juga sepakat bahwa Amrozi cs tak layak mendapatkan hukuman tersebut, makanya dia berpesan jangan sampai ada dendam.

Keberatan

Sebenarnya, sinyal keberatan terhadap hukuman mati bagi ketiga tersangka bom Bali sudah ditunjukkan hukum dalam perjalanan panjang sejak 7 November 2002. Pada saat itu, Amrozi ditangkap polisi dan dia langsung mengakui perbuatannya. Namun, tak ada hukum mati kala itu hingga tahun berjalan labih dari setengah windu, Amrozi masih tetap bernapas. Dan awal November tahun lalu, kendati Amrozi cs sudah ditetapkan akan dihukum mati dengan keputusan Kejaksaan Agung, eksekusinya masih menanti waktu.

Senin, 3 November, ketiganya juga masih dalam isolasi menuju eksekusi mati. Hingga pada Kamis, 6 November, banyak orang menduga eksekusi akan dilakukan pada Jumat, sebab bertepatan dengan tanggal yang sama dengan penangkapan Amrozi (7 November). Akan tetapi, lagi-lagi dugaan tersebut meleset sehingga tim pembela ketiganya masih punya kesempatan untuk membebaskan klien mereka (Kompas, 9 November).

Namun, Minggu (9 November) janji negara akan “membunuh” Amrozi cs terbukti. Keanehan berikutnya pun kembali terjadi, kali ini alam yang bicara langsung tanpa perantaraan manusia seperti keanehan sebelum eksekusi. Beberapa keanehan itu di antaranya ketiga jenazah “teroris” tersebut menebar wangi seperti wewangian yang digunakannya semasa masih hidup, juga ada petir di siang hari saat pemakaman Imam Samudra dan dikatakan pula cuaca pada saat itu sedang mendung. Padahal, kalau dilihat dari segi waktu, saat itu saat-saat matahari sedang menanjak dan sebelumnya masih cerah. Gejala alam hampir serupa juga terjadi di pemakaman Amrozi. Satu jam menjelang kedatangan jenazah Amrozi disebutkan bahwa muncul tiga burung belibis mengitari rumah Amrozi. Gejala alam ini kemudian ditafsirkan segolongan orang sebagai keberatan alam terhadap “pembunuhan” Amrozi cs.

Buah Tangan SBY

Kembali kepada pernyataan TPM bahwa eksekusi itu sengaja dilakukan segera (setelah sempat tertunda sekian lama) agar Obama dan Amerika Serikat senang. Jika benar demikian, sungguh “kado” antarnegara sekarang sudah melewati kecanggihan teramat sangat. Maka, pertanyaan tersisa, siapa lagi menyusul menjadi “kado” bagi negara-negara lainnya dari negara ini? Sebab, masih tercatat beberapa tersangka dengan tuduhan hampir sama (teroris). Di antaranya, Ismuhadi cs yang dilapaskan di Cipinang.

Ismuhadi ditahan dengan tuduhan teroris karena bersatu dalam komplotan Gerakan Aceh Merdeka. Jika tahanan politik/ narapidana politik (tapol/napol) GAM lainnya bisa memperoleh remisi, Ismuhadi dan dua temannya tidak. Padahal, kabar akan dibebaskan ketiganya sudah pernah tersiar beberapa kali. Ismuhadi kemudian dijerat dengan tuduhan lain sehingga sampai saat ini masih mendekap di penjara Cipinang. Entah giliran tiga anak Aceh ini pula yang akan menjadi “kado” negara untuk bangsa luar? Kalau iya, kepada negara siapa kira-kira? Semoga jawaban menakutkan ini tidak akan terjadi.

Herman RN adalah mahasiswa Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. Pengelola media adat “tuhoe” di Jaringan Komunitas Masyarakat Adat (JKMA) Aceh.

Tinggalkan komentar