Mendongeng sebagai Metode Pembelajaran

(sudah pernah dimuat di Harian Serambi Indonesia, 10 Juli 2007)

oleh Herman RN


Sudah menjadi rahasia umum, orang Aceh suka bercerita ketika duduk bersama rekannya, apalagi di warung kopi. Sambil menikmati citarasa khas kopi Aceh, beragam cerita sering mengalir saat itu. Cerita tersebut kadang ada yang mendengarnya (baca: percaya) dan ada juga yang tidak. Sebagai sebuah cerita yang tidak dipercaya sering dikatakan dengan dongeng sehingga kerap ada kata cang panah, peh cakra, poh haba, dan sebagainya yang bila diIndonesiakan lebih kurang bermakna “dongeng di warung kopi”.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dongeng ialah cerita yang tidak benar-benar terjadi. Ia adalah cerita rekaan yang kebenarannya belum dapat dipastikan. Hampir sama dengan itu, James Dananjaja dalam Folklor Indonesia mengatakan bahwa dongeng termasuk jenis cerita pendek kolektif kesastraan lama. Dananjaja berpendapat kalau sebuah dongeng itu tidak dianggap benar-benar terjadi. Dongeng hanya diceritakan untuk menghibur.

Namun, jika dilihat dari jenis dan fungsinya, dongeng mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, terutama anak-anak. Maka, bukan mustahil melalui ruang ini penulis menawarkan agar mendongeng dapat dimasukkan ke dalam salah satu metode pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah-sekolah, atau mungkin juga untuk perguruan tinggi.

Penulis berani menawarkan demikian, karena menurut konsep dan pengalaman penulis sendiri ketika menjadi tukang cerita PMTOH, ternyata penyampaian suatu pesan pendidikan melalui sebuah cerita cepat meresap ke daya tangkap pikiran manusia. Apalagi, ketika sebuah cerita dihadapkan ke anak-anak usia sekolah. Kepala mereka sangat cepat berimajinasi mendegar atau melihat gaya seseorang saat bercerita. Oleh karena itu, tidak tertutup kemungkinan, dongeng dapat dijadikan sebagai salah satu metode pembelajaran Bahasa dan Sastra di sekolah.

Dalam coretan singkat ini, penulis tidak lagi menjelaskan klasipikasi dongeng yang jika kita tilik lebih lanjut ada juga di dalamnya mengandung suatu kebenaran, seperti legenda, hikayat, dan cerita rakyat yang menjadi kepercayaan masyarakat suatu tempat. Penulis hanya hendak mengatakan bahwa dongeng atau mendongeng mempunyai suatu kelebihan tersendiri manakala ia dijadikan sebagai salah satu metode pembelajaran. Apalagi dalam kasus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang baru saja diterapkan pemerintah Indonesia sekarang.

Kita tahu, pengembangan kurikulum dari tahun ke tahun tidak lebih dari penuntutan agar tercapai tujuan dan hasil pendidikan yang dicita-citakan. Bagaimana caranya membuat siswa lebih keratif dan aktif sehingga guru bukan sebagai khatib yang berdiri di mimbar khutbah, lalu siswa sebagai jamaah hanya menerima semua yang dikatakan guru di depan kelas sebagai sebuah kebenaran. Karena metode pidato alias ceramah dalam kelas dianggap tidak memberikan lebih kepada siswa, dimunculkan metode lain, di antaranya Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).

Namun, bagaimana cara belajar agar siswa agar lebih aktif daripada guru belum juga ditemukan. Untuk pencapaian itu, tak urung guru melakukan CBSA ala guru, yaitu Catat Buku Sampai Abis. Dengan memberikan buku kepada ketua kelas, kemudian diminta semua siswa membaca dan mencatat ulang isi buku serupa resume, guru beranggapan cara itu sudah membuat aktif siswa, karena siswa membaca dan menulis.

Apa yang didapat sesungguhnya dari CBSA ala kedua ini? Siswa merasa jenuh. Mencatat, mencatat, mencatat, dan mencatat, sedangkan pengetahuan dan praktik tidak didapat. Rutukan dan kutukan pun timbul di kepala siswa. Akhirnya, metode ini dianggap kuno. Pemerintah mencoba memberika solusi baru, sebuah metode dengan menghadirkan lembar kerja siswa (LKS) dan alat bantu dalam mengajar dimasukkan menjadi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Tujuannya sama saja dengan CBSA, siswa dituntut dapat lebih aktif dan kreatif.

Beragam metode dicoba terapkan dalam kurikulum yang hampir sepanjang tahun mengalami perubahan. Padahal, tujuannya tidak lebih bagaimana membuat siswa cepat menangkap ilmu yang diberikan, lebih terpenting lagi membuat siswa aktif dan kreatif. Dalam hal ini, guru hanya sebagai fasilitator membantu siswa dalam menemukan sendiri indikator dan ouput pelajaran. Guru bukanlah Tuhan yang mutlak mempunyai hak atas sebuah kebenaran yang disampaikannya.

Oleh karena itu, mendongeng dapat dimasukkan sebagai salah satu metode pembelajaran Bahasa dan Sastra, tidak tertutup kemungkinan untuk pelajaran lain bagi siswa di tingkat dasar. Dengan mendongeng, siswa akan berimajinasi sendiri untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu pelajaran yang diterimanya. Apalagi, jika mampu menghadirkan alat bantu. Mendongeng dengan menggunakan alat bantu serupa boneka atau bahan lainnya akan sangat berperan dalam penyampaian pesan pendidikan.

Bahasa dongeng lebih bermain pada imajinasi. Oleh karena itu, siswa tidak mudah mengantuk. Kalaupun ada nasehat pendidikan atau sindiran yang disampaikan melalui dongeng, orang tidak langsung merasa dinasehati atau disindir. Bahkan, siswa diminta menilai sendiri sebuah kebenaran atau pendidikan dalam dongeng yang didengarnya. Dalam pelajaran Bahasa dan Sastra semisal mengarang, ini tentu sangat membantu siswa. Bagaimana misalnya meneruskan sebuah cerita yang diperdengarkan kepada siswa, bagaimana siswa menemukan alur/ plot, tema, amanat, dan sebagainya, dalam metode mendongeng sangat dapat membantu.

Misalkan saja pada dongeng “Amat Rhang Manyang” atau kita kenal dengan si anak durhaka. Bahwasanya durhaka kepada orangtua akan mendatangkan malapetaka merupakan pesan moral yang ingin disampaikan kepada audiens (pembaca/ pendengar). Pesan lain yang ingin disampaikan adalah bahwa doa orangtua kepada anak tidak hijab (penghalang), dapat terkabulkan dengan segera. Melalui dongeng ini anak didik juga dapat diminta mengembangkan imajinasinya, misal mendekonstruksikan dongeng tersebut. Ini hanya contoh kecil, tentu masih banyak pesan lain yang dapat kita petik dari sebuah dongeng. Namun, tulisan ini bukan hendak memaparkan contoh dongeng, maka penulis tidak bercerita panjang lebar tentang penarikan pesan sosial sebuah dongeng. Tulisan ini hanya hendak menegaskan banyak hal yang dapat ditarik dari sebuah dongeng sehingga dapat diterapkan dalam metode pembelajaran bahasa dan sastra.

Mendongeng juga dapat digunakan pada pembelajaran ilmu pasti semisal berhitung (matematika) pada tingkat dasar. Melalui sebuah dongeng yang di dalamnya ada tokoh, ada laba-rugi, kemudian diminta kepada siswa menghitung berapa tokoh yang ada dalam dongeng yang baru didengarkan, bagaimana jika tokoh itu mati satu, tinggal berapa? Pertanyaan serupa ini untuk anak didik di tingkat dasar dapat membantu dia dalam berhitung. Siswa tentunya sangat senang, setelah mendengar cerita dia diminta berimajinasi lagi. Maka, dongeng dapat diterapkan dalam pelajaran berhitung sekalipun. Oleh karena itu, hemat penulis, mendongeng dapat diterapkan ke dalam salah satu metode pembalajaran di sekolah.

Penulis, Alumnus PBSID FKIP Unsyiah,

Peminat pendidikan dan kebudayaan

10 pemikiran pada “Mendongeng sebagai Metode Pembelajaran

  1. wah bagus juga komentar dan masukan tentang metode pembelajaran ceramah, yang bahasa kerennya dongeng. aq jadi terbuka bahwa metode ini bisa membut orang berimajinasi. tapi apakah imajinasi yang muncul bisa sesuai dengan apa yang kita harap?
    trus lagi soal ilmu pasti,lo dgn metode ini apakah siswa ga bakal menganggap ilimu pasti juga sebagai ilmu hafalan?
    jadi gimana dong solusinya?biar siswa tetap selalu paham, bukan hanya hafalan sesaat?

  2. tulisanmu tentang dongeng ini sangat membantuku untuk menulis sebuah artikel tentang sekolah imajinasi. aku dapat istilah ini dari hernowo. Salam kenal.

  3. Salam kenal juga teman-teman,
    Mata pelajaran apa pun dapat dilakukan dengan metode mendongeng, tergantung kelihaian guru dalam menerapkannya. Selama ini pendidikan di negara kita terlalu kaku dengan beragam metode, yang tidak pernah memberikan kesempatan kepada siswa untuk berimajinasi, seolah guru adalah Tuhan dalam kelas. Ini harus diperbaiki.

    salam,
    Admin

  4. Syukurlah… semoga tulisan-tulisan di sini selalu bermanfaat bagi semua. Silakan ambil saja, tapi jangan lupa lampirkan sumbernya ya… hem..

  5. terimakasih untuk tulisannya, ini melengkapi data tugas akhir saya dalam mengkampanyekan budaya mendongeng untuk anak melalui orangtua 🙂

Tinggalkan komentar